INGIN PASANG IKLAN ATAU ADVETORIAL DI SINI? HUBUNGI AYU DEVIE (+6281 916 405 532) ATAU WAYAN SUNANTARA (+6281 558 184 955)

MUSIM KAWIN (Kekawin Kawin)

Hari-hari belakangan ini, demikian sering kita menerima surat undangan untuk menghadiri sebuah prosesi perkawinan. Tentunya, semua laku budaya itu tidaklah lepas dari hitungan penanggalan dan hari baik, pun pedewasaan yang sering diistilahkan sebagai dewasa ayu. Bahkan lebih dari itu, hari-hari belakangan ini juga seringkali disebut ayu ayuning dewasa, yakni hitungan penanggalan cosmoslogis yang diyakini secara kultural memiliki aura istimewa atas sebuah kemuliaan dan kebajikan di dalam memulai sebuah langkah kehidupan, khususnya di dalam membangun mahligai perkawinan.

Prosesi perkawinan di era milenium ini ternyata tidak hanya berhenti pada hitungan angka-angka penanggalan atau dewasa ayu, tetapi juga merupakan pertaruhan akan sebuah kehormatan yang lebih bermakna duniawi ketimbang pemaknaan sebuah kesejatian atas salah satu rahasia ilahiah yang bernama pertautan jodoh. Bahkan, prosesi perkawinan bagi beberapa soroh sosial baru yang bernama elit merupakan sebuah pertunjukan dramaturgi atas sebuah status sosial yang dipertaruhkannya.

Atas “tanda-tanda jaman” (meminjam Romo Dick Hartoko) itu, sangatlah beralasan jika berkembang sebuah pandangan awam yang menyatakan bahwa prosesi perkawinan bagi beberapa soroh sosial baru merupakan sirkus optik atas pemaknaan hidup yang mulai disangsikan oleh manusia sebagai pelaku utama kehidupan itu sendiri. Maka setiap prosesi perkawinan senantiasa menjelma menjadi sebuah pertunjukan (Show Biz) yang dikelola secara rapi jali, dengan melibatkan EO (Event Organizer), lengkap dengan tata lampu, tata suara hingga tata panggung di mana kedua mempelai bersinggasana, lewat sebuah pemaknaan yang semakin kontemporer.

Perlawanan Budaya
Perkawinan kini memang bukan lagi sekedar prosesi kultural atau adat semata. Di dalam sebuah prosesi perkawinan di era kekinian, juga kental dengan sentuhan-sentuhan entertainment yang penuh dengan pernak-pernik, yang sebenarnya berada jauh di luar kesejatian atas sebuah perkawinan yang sebenarnya tidak lebih dari pertautan jiwa dan hati dua insan manusia. Seperti sebuah kelahiran pun kematian, pertautan jodoh insaniah juga merupakan salah satu dari rahasia ilahiah.

Perubahan perlakuan dan juga perilaku atas sebuah prosesi perkawinan yang kini lebih menunjukkan trend sebagai sebuah pilihan atas gaya hidup yang menjadi anutan kaum neo borjuis dengan kasta sosial barunya, tentu bukanlah sebuah perilaku yang salah atau benar. Tetapi yang jelas, prosesi perkawinan yang konon cukup hanya sebatas pertauan dua insan atau perjodohan, kini secara nyata dan menantang telah menunjukkan perlawanannya di dalam proses besar peradaban manusiawi.

Secara sosiologis, perlawanan-perlawanan budaya yang dilakukan oleh manusia atau kelompok manusia sebagai pelakon utama kehidupan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Tetapi setiap perlawanan kebudayaan, apapun istilahnya, merupakan salah satu keniscayaan atas hak-hak dasar manusia di dalam menerjemahkan atau mengaktualisasi hidup dan kehidupannya, baik sebagai mahluk pribadi maupun sosial.

Perlawanan budaya yang dilakukan para penganut paham neo borjuis dan pemilik kasta atau soroh baru, juga merupakan bentuk lain dari perlawanan budaya di dalam upaya meruntuhkan keangkuhan simpul-simpul budaya darah biru, yang di dalam kesejarahan manusiawi selalu menjadi milik para penguasa-penguasa tradisional di puri-puri sebagai lambang kekuasaan itu sendiri.

Derasnya serangan ideologi dan gaya hidup kekinian yang berakar pada perilaku neo imperialisme dengan kekuatan utama bertumpu pada kemampuan finansial dan permodalan kemudian membuat peta kebudayaan dan peradaban manusia secara tegas mengalami perubahan-perubahan. Bahkan pada satu sisi seperti perilaku di dalam prosesi perkawinan, mengalami perubahan yang sangat radikal.

Para penganut paham noe borjuis dengan kasta barunya yang didapatkannya lantaran peningkatan status sosial angka-angka, membuat darah biru yang sebelumnya hanya menjadi hal absolut para penguasa di puri atau keraton-keraton berbiak memasuki ruang-ruang sosial budaya baru dan menjadi milik sah para pengusaha sukses di pusat-pusat perumahan mewah nan mahal.

Kesejatian Insaniah dan Ilahiah

Perlawanan-perlawanan budaya yang dilakukan seperti trend akan perubahan perilaku dan perlakuan atas prosesi perkawinan, jika dikelola dengan baik, tentu akan melahirkan kemaslahatan yang lebih mulia bagi umat manusia. Tidak sekedar menjadi sihir budaya dan pamer kemewahan untuk menunjukkan ”akulah orang terkaya di kampung ini” atau ”akulah penguasa dan pengusaha sukses dengan darah yang membiru serta kasta dan soroh sosial barunya”, tetapi lebih pada kesejatian dari sebuah pertanyaan besar, kenapa perlawanan budaya harus dilakukan?

Kalau kembali kepada ”tanda-tanda jaman” yang terjadi, seperti perubahan perlakuan dan perilaku kita akan prosesi perkawinan, maka kita perlu merenungkan kembali tetirah para tetua kita, ”yang terpenting bukanlah kemewahan sebuah prosesi perkawinan, tetapi sejauhmana kita mampu mempertahankan perkawinan itu”.

Mengingat kembali nilai-nilai kesejatian hidup dan kehidupan, seperti juga di dalam pemaknaan akan prosesi perkawinan, tentu menjadi pilihan yang bijaksana di dalam menjaga laku manusiawi kita. Bukan sekedar lantaran punya uang atau lantaran menjadi kaya, tetapi semua harus kita kembalikan pada kesejatiannya. Bahwa, pertautan rasa atau perjodohan itu adalah rahasia ilahiah dan sebuah keniscayaan insaniah yang tak terbantahkan.

Atau kita dengar saja joke seorang teman, ”kalau binatang kawin baru ribut. Tetapi kalau manusia yang kawin, harusnya sepi bahkan diam. Karena prosesi perkawinan itu adalah sebuah drama kehidupan yang penuh dengan makna-makna kehidupan dan sarat dengan dialog batiniah”.

Penulis: Dharma Santika Putra
Pemimpin Redaksi Tabloid Independen News
BACA JUGA :


Comments :

0 komentar to “MUSIM KAWIN (Kekawin Kawin)”

Posting Komentar