INGIN PASANG IKLAN ATAU ADVETORIAL DI SINI? HUBUNGI AYU DEVIE (+6281 916 405 532) ATAU WAYAN SUNANTARA (+6281 558 184 955)

Bonus Untuk Juara Asia Panjat Tebing

Prestasi membanggakan dalam event Asian Youth Climbing Competition Agustus lalu diraih lima atlet asal Jembrana yang turut membawa Indonesia di puncak perolehan medali pada event olahraga yang cukup menantang tingkat Asia tersebut. Kelima atlet muda dan anak-anak tersebut berhasil menyabet 3 medali emas, 2 perak dan 2 perunggu.

Kelima atlet Panjat Tebing terbaik Jembrana, yakni Rivaldi Ode Ridjaya yang duduk di kelas 6 SD Negeri 3 Banjar Tengah berhasil meraih 2 emas sekaligus pada kelas speed dan lead. Sedangkan medali emas pada kelas boulder putri, diraih Puspa Renika Sari, siswi SMA Negeri 1 Negara. Selain memperoleh medali emas, Rivaldi juga berhasil meraih medali perak untuk kelas boulder bersama Gusti Ngurah Darma untuk kelas speed. Puspa Kenika Sari juga sukses meraup medali perunggu pada kelas boulder bersama Andi Moha Dhany, siswa SD Negeri 1 Banjar Tengah, yang memperoleh dua medali perunggu pada kelas speed dan lead, serta Julianto, siswa SMA Ngurah Rai Negara, pada kelas lead dan boulder.

Atas prestasi tersebut, Bupati Jembrana, Prof. Dr. I Gede Winasa, yang juga Ketua Umum KONI Jembrana menyerahkan bonus kepada para atlet yang berhasil mengharumkan nama Jembrana, Bali dan Indonesia di kancah Asia. Bonus berupa uang senilai Rp. 2,5 juta untuk satu medali emas, Rp.1 juta untuk satu medali perunggu dan Rp. 500 ribu untuk mendali perak tersebut diserahkan langsung Bupati Winasa kepada para atlet, yang disaksikan Pengcab Panjat Tebing Jembrana berikut pelatihnya yang tampak setia mendampingi anak asuhnya.

Bupati Winasa sangat bangga atas prestasi yang diraih putra putri Jembrana dalam event tersebut. Ia berharap para atlet terus berlatih dan belajar dengan tekun. Prestasi di bidang olah raga jangan sampai mengurangi prestasi di bidang akademik. “Saya harap adik-adik tetap bersemangat dalam berlatih dan belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi. Manfaatkanlah bonus ini dengan baik untuk kepentingan pendidikan maupun prestasi olah raga,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Litbang Pengcab Panjat Tebing Jembrana, Soni Marmayuda, menjelaskan event Asian Youth Climbing Competition merupakan ajang tahunan. Di tahun 2008 ini, event tersebut diikuti 5 negara, yakni Indonesia, Jepang, Thailand, Malaysia dan Singapura, yang dilaksanakan di GOR Ngurah Rai, Denpasar. Dalam pertandingan yang berlangsung 5 hari (20-24 Agustus 2008) tersebut, Indonesia berhasil menjuarai pertandingan. Meski sarana latihan panjat tebing di Jembrana belum dapat dikatakan ideal, pihaknya selalu berupaya menunjukkan prestasi. “Tunjukkan prestasi dulu, baru mohon bantuan. Itulah dasarnya,” tegas Soni.

Bonus itu sendiri rencananya akan ditabung oleh para atlet penerima bonus, sementara yang lainnya akan diberikan kepada orang tua masing-masing.
Selengkapnya...

Penyegelan Usaha Galian C; Jangan Sekedar ditutup, Pidanakan Saja!

Sikap tegas Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana untuk menutup atau melakukan penyegelan terhadap usaha galian C di Dusun Pangkung Manggis, Kelurahan Baler Bale Agung, Negara, yang dipimpin langsung oleh Asisten I Setda Jembrana, Drs. AA. Putrayasa, M.Si., dan Kakanpol. PP Kabupaten Jembrana, I Putu Gede Sugiana, SH. M.Hum., ternyata mendapat dukungan dan apresiasi positif dari masyarakat. “Meskipun agak terlambat, langkah tegas yang diambil Pemkab Jembrana perlu didukung,” demikian Direktur The Jembrana Forum, Aswabawa “Mamang” Raharja, BA.

Demikian juga apresiasi yang dilontarkan praktisi hukum asal Bali, Ida Ayu Susanti, SH., M.Hum. Ia menyatakan, langkah yang dilakukan Pemkab Jembrana seharusnya tidak hanya sampai atau berhenti pada perilaku penutupan atau penyegelan saja, tetapi harus dilanjutkan dengan melakukan langkah-langkah hukum. “Masyarakat dan pengusaha harus mendapatkan pelajaran berharga sehingga tidak melakukan kesalahan yang sama di masa mendatang. Jadi, sisi edukasi juga harus disentuh,” demikian Susanti.

Tentang langkah hukum yang bisa dilakukan, Susanti lebih mengarahkan pada isu lingkungan. “Kita bisa gunakan undang-undang yang berhubungan dengan kelestarian lingkungan. Apa yang terjadi di Pangkung Manggis akibat perilaku usaha galian pasir itu sudah sangat mengancam lingkungan dan masyarakat sekitarnya,” tegas Susanti seraya berpesan kepada masyarakat agar mengawal, jangan sampai ijin oparasional usaha Galian C itu terbit kembali lewat pintu samping.
Selengkapnya...

Prof. Winasa: Tolak Kelas Jauh Bukan Karena Benci!

Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana menolak beroperasinya perguruan tinggi dengan pola “kelas jauh” di Kabupaten Jembrana. Hal ini ditegaskan Bupati Jembrana, Prof. Dr. I Gede Winasa. “Kita menolak beroperasinya perguruan tinggi dengan sistem kelas jauh di Kabupaten Jembrana bukan karena tidak suka atau benci kepada lembaganya. Tetapi, regulasi peraturan perundang-undangannya memang menyatakan begitu. Sebagai kepala daerah, saya tentu tidak boleh melanggar begitu saja aturan-aturan atau perundang-undangan yang ada,” demikian Prof. Winasa memberikan apresiasinya.

Penolakan tegas Pemkab Jembrana yang disampaikan Bupati Winasa mendapatkan apresiasi positif dari pemerhati dunia pendidikan dan masyarakat pendidikan sendiri. “Sikap tegas Prof. Winasa untuk menolak kelas jauh harus ditiru oleh bupati-bupati lainnya di seluruh Bali. Kalau tidak demikian, dari sisi SDM, kita akan terus tertinggal. Kalaupun terlihat ada kemajuan lantaran jumlah sarjana yang senantiasa bertambah setiap tahunnya, tetapi semua itu sebenarnya semu belaka dari sisi kualitas,” demikian Endang Widyaningsih, seorang pemerhati dunia pendidikan menjawab Indep-News.

Investigasi media ini memang menemukan betapa memprihatinkannya keberadaan kelas-kelas jauh yang dibuka beberapa perguruan tinggi di Kabupaten Jembrana. Selain dari sisi sarana prasarana yang sangat tidak layak, kualitas SDM pengajar atau dosen juga dipertanyakan. “Selain menolak kelas jauh, pemerintah juga seharusnya tegas untuk menolak mengakui ijasah yang diterbitkan oleh sebuah perguruan tinggi dari sebuah proses pendidikan tinggi dengan pola kelas jauh itu. Jangan seperti sekarang, kelas jauh-nya ditolak tetapi ijasahnya diakui!” demikian Agus Wiadnya, anggota masyarakat Kabupaten Jembrana yang mengaku gregetan melihat perilaku sarjana-sarjana kelas jauh yang secara kualitas disebutnya seperti ungkapan “tong kosong nyaring bunyinya” itu.
Selengkapnya...

Jelang Pemilu 2009; Untuk Sementara, Terserah Pak De!

M“agnet Politik”. Mungkin istilah itu cukup pas dilekatkan pada sosok Prof. Dr. I Gede Winasa, terutama jika dihubung-hubungkan dengan sikap dan pilihan politik demokrasi sebagian besar masyarakat di Kabupaten Jembrana menjelang digelarnya pesta demokrasi Pemilu Legeslatif tahun 2009. Jika mencari aspirasi politik masyarakat menjelang Pemilu Legeslatif ini, maka rata-rata masyarakat Jembrana akan menjawab, “Terserah Pak De”. Dan konon, yang dimaksud “Pak De” itu adalah sosok Prof. Dr. I Gede Winasa yang juga Bupati Jembrana.

Fenomena politik demokrasi “Terserah Pak De” itu, memang menjadi cukup menarik untuk ditilik dan diapresiasi. Seperti dilontarkan pemerhati perilaku politik dan demokrasi serta pengajar ilmu politik beberapa perguruan tinggi di Jawa Timur, R. Pracoyo, kepada Independen News, fenomena “terserah Pak De” itu menunjukkan tingginya posisi tawar politik Prof. Winasa sebagai pelaku politik, apalagi jika dilihat pada tataran domestik dan lokalitas. “Sosok Prof. Winasa merupakan daya tarik tersendiri bagi setiap partai politik di dalam menarik dukungan masyarakat pada Pemilu 2009,” demikian Pracoyo.

Selain itu, Pracoyo juga melihat bahwa fenomena ini akan berlanjut pada pesta demokrasi yang lebih strategis lagi, yakni Pemilu Daerah Jembrana atau Pilkada Jembrana di tahun 2010. Artinya, siapapun yang ingin tampil di dalam kompetisi demokrasi Pilkada Jembrana nanti, harus mendapat “restu” dari Prof. Winasa. Karena apa? Sepuluh tahun kepemimpinan Prof. Winasa, tetap akan mengakar di hati masyarakat Jembrana. “Saya melihat fenomena ini tidak hanya berhenti pada Pemilu 2009, tetapi juga akan berlanjut pada Pilkada Jembrana 2010 dan Pilpres di tahun yang sama,” demikian R. Pracoyo.
Selengkapnya...

Tidak Ingin Jadi Benturan, BPN Jembrana Merapat Ke Pemkab

Pelaksanaan dan penerapannya program land reform (reformasi agraria) yang sudah bergulir sejak tahun 1998 dan memberikan dampak positif bagi masyarakat bawah, rupanya memerlukan kesiapan berbagai komponen. Seperti yang terjadi pada tanah timbul seluas 11 hektare di Dusun Pebuahan, Desa Cupel, Negara, yang diperkirakan sudah ada sejak tahun 1987. “Keberadaan tanah timbul di dusun itu memang memerlukan penanganan yang optimal agar tidak terjadi benturan di masyarakat,” ungkap Bupati Prof. Dr. I Gede Winasa, saat menerima Kepala BPN Jembrana dan Pengurus Korwil Provinsi Bali, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, keberadaan tanah timbul tersebut berkaitan langsung dengan keberadaan sebuah negara. Artinya, negara harus mampu memposisikan dan mengkondisikan keberadaan tanah tersebut sehingga mampu menyentuh kepentingan masyarakat bawah, terutama bagi masyarakat miskin dan petani yang belum memiliki lahan.

“Karena tanah timbul di Jembrana ini berada di daerah pesisir, lahan itu harus diperuntukkan bagi perumahan nelayan. Pada dasarnya saya sangat menghargai mereka (warga pesisir-red), walaupun ada yang telah mengkapling tanah di sana hingga mencapai 20 are. Namun alangkah baiknya jika mereka menerima tanah ini secara merata. Minimal 5 are saja,” ujarnya.

Meski sulit, tetapi apabila dihubungkan dengan kondisi tanah yang mereka dapatkan secara cuma-cuma, masyarakat tetap harus bersyukur. “PNS saja hanya mendapatkan tanah seluas satu are saja. Masyarakat pesisir itu akan diberikan tanah masing-masing seluas 5 are. Untuk sertifikat, BPN akan mengurusnya. Ini sesuai dengan program land reform sendiri,” imbuhnya.

Jika dibagi rata, tanah seluas 11 hektare itu sendiri dapat diperuntukkan bagi 200 KK. Bahkan jika memungkinkan, masyarakat Cupel yang selama ini menjadi korban abrasi dapat dialihkan ke lokasi tersebut. Nantinya, lahan tersebut akan ditata sedemikian rupa sehingga menjadi kawasan yang nyaman bagi para penghuninya.

Bupati Winasa menghimbau, penduduk yang terlanjur membuka warung (ikan bakar-red) dan rumah permanen di daerah sempadan pantai mau dialihkan ke sisi utara sehingga daerah tersebut lebih tertata dan tidak menyalahi aturan. “Seperti yang dapat kita lihat sekarang, perkembangannya sangat tidak terkendali,” demikian Bupati Winasa.

Sementara Kepala BPN Jembrana, Ayu Tresna Laksmi, mengatakan keberadaan tanah timbul yang berlokasi di Dusun Pebuahan itu mencapai 11 hektare. Dan setelah dilakukan pemetaan ulang, ternyata terdapat 64 KK yang menempati tanah tersebut.

“Dari 64 KK tersebut, ada yang mengkapling tanah hingga 20 are. Karena Bupati Winasa menyarankan untuk membagi tanah itu secara merata, maka kami berkomitmen untuk merapatkan diri dalam pengelolaan pembagian tanah tersebut. Kami harap pembagian tanah itu tidak akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Mudah-mudahan mereka paham mengenai hal ini,” demikian Laksmi.
Selengkapnya...

Prosedur Kelas Jauh Harus Jelas; Hati-Hati Kampus "STIA"!

Mengingat persaingan global yang terjadi belakangan ini, dunia pendidikan telah menjadi kata kunci di dalam pengembangan sumber daya manusia. Menciptakan dunia pendidikan yang berkualitas, dalam hal ini perguruan tinggi, tentunya membutuhkan transparansi dalam pengelolaannya. Namun sayangnya, realita yang berkembang akhir-akhir ini menunjukkan bahwa masih saja ada lembaga pendidikan yang tidak memprioritaskan pengembangan SDM.

“Kini banyak sekali bermunculan STIA alias sekolah tidak, ijasah ada. Biasanya ini terjadi di perguruan tinggi yang menyediakan program kelas jauh. Bagaimana mungkin ‘lembaga pendidikan’ seperti itu mampu menghasilkan SDM-SDM yang berkualitas. Ini adalah sebuah permasalahan serius yang harus ditindaklanjuti,” demikian diungkapkan Bupati Prof. Dr. I Gede Winasa, saat menerima utusan dari Universitas Mahasaraswati di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Depdiknas RI, keberadaan sekolah jauh pada dasarnya memiliki akses yang kurang baik bagi dunia pendidikan. Maka, sangatlah beralasan jika kemudian Bupati Winasa melakukan penertiban terhadap perguruan tinggi yang tidak memiliki ijin operasional di Jembrana. Hal ini dilakukannya semata-mata untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas, khususnya di Jembrana.

“Sebagian besar mahasiswa yang mengikuti program kelas jauh justru para PNS. Karena itulah saya ingin menertibkan perguruan tinggi yang menyediakan program kelas jauh untuk lebih meningkatkan kualitas mahasiswa yang menempuh pendidikan di sana. Saya tak ingin ada orang Jembrana yang menyandang gelar sarjana, namun sama sekali tidak memiliki kualitas. Jadi, bagi para PNS yang mengantongi ijasah dari perguruan tinggi yang tidak berijin operasional ini tidak akan diakui sehingga yang bersangkutan tidak dapat mengajukan penyesuaian ijasah,” tegas Bupati Winasa.

Kualifikasi Dosen
Keberadaan perguruan tinggi tanpa ijin operasional tersebut juga dikhawatirkan tidak menggunakan klasifikasi dalam perekrutan dosen sehingga akan berdampak buruk pada kualitas SDM yang dihasilkan.

“Kalaupun ada perguruan tinggi yang membuka kelas jauh di Jembrana, seharusnya dosen yang digunakan bukanlah dosen baru yang direkrut di Jembrana, namun tetap menggunakan dosen dari perguruan tinggi tersebut. Menjadi dosen itu ada kualifikasi khusus, jadi tidak semua orang bisa jadi dosen,” tandas Bupati Winasa.

Di Jembrana sendiri terdapat lima perguruan tinggi yang membuka program kelas jauh yang tidak memiliki ijin operasional. Semestinya, tambah Bupati Winasa, sebuah kampus tidak hanya menyediakan ruang kelas semata, tetapi juga sarana prasarana penunjang lainnya, seperti perpustakaan dan laboratorium untuk mendukung proses pendidikan para mahasiswanya.

“Saya harap Kopertis segera mengeluarkan aturan baku terkait kasus-kasus seperti ini sehingga tidak terjadi multitafsir yang nantinya berdampak pada adanya benturan di bawah. Kalaupun memang ada aturan mengenai hal ini, saya harap agar segera disosialisasikan. Kalau sudah begini, kita sebagai pelaksana di dibawah akan berbenturan. Apalagi sekarang minat masyarakat Jembrana untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi sangat besar,” demikian Bupati Winasa.
Selengkapnya...

KEGIATAN TENGAH SEMESTER; Memperkenalkan (Lagi) Kearifan Budaya Lokal

Kegiatan Tengah Semester (KTS) mestinya tak hanya dijadikan ajang kreasi atau dilewatkan dengan mengadakan perlombaan ekstra kurikuler yang ada di masing-masing sekolah saja. Sebisa mungkin, KTS juga harus mampu menjadi momentum untuk lebih memperkenalkan kearifan budaya lokal di kalangan siswa.

Kabid Pendidikan di Dinas Pendidikan, Kebudayaan dan Pariwisata (Dikbudpar) Jembrana, Drs. I Putu Ardika, M. Pd., mengatakan jika memungkinkan, untuk lebih memperkenalkan budaya lokal, KTS harus dilaksanakan di luar lingkungan sekolah.

“Memperkenalkan kearifan budaya lokal di kalangan siswa tentu harus dilaksanakan. Sedini mungkin mereka harus mengetahui budaya lokal yang dimiliki agar tidak tercerabut dari akar budayanya sendiri. Ini juga merupakan salah satu pembentukan kecerdasan verbal kultural di kalangan siswa sehingga nantinya mereka bisa menggunakan kecerdasan untuk melakukan tindakan terbaik di dalam sebuah kondisi,” ungkap Ardika.

Apa yang disampaikan Ardika ini juga sekaligus menjawab segala kesimpangsiuran yang berkembang di kalangan para siswa belakangan ini. Sebuah kabar burung yang menyatakan bahwa dinas telah melarang mereka (khususnya siswa SMP-red) untuk melaksanakan KTS di luar sekolah.

Nah, selamat berkreativitas!
Selengkapnya...

SIDAK KOMISI C DPRD JEMBRANA; Tingkatkan Fungsi Kontrol Atas Pembangunan Fisik di Jembrana

Lama tak terdengar kabarnya, Komisi C DPRD Jembrana rupanya kembali rutin mengadakan inspeksi mendadak (sidak) di beberapa proyek yang tengah berlangsung di Jembrana. Bukan mencari-cari kesalahan, tetapi lebih pada menjalankan dan meningkatkan fungsinya sebagai pengontrol atas keberadaan pembangunan tersebut.

Seperti yang dilakukan baru-baru ini, Komisi C DPRD Jembrana kembali terjun ke lapangan untuk meninjau beberapa pembangunan yang tengah berlangsung di Jembrana. Berbagai “halangan” pun tak menjadi kendala bagi mereka untuk menjalankan tugasnya.

Berjalan kaki pun tampaknya tak menjadi masalah bagi mereka. Gambaran ini dapat dilihat ketika mereka melakukan sidak di proyek pembangunan Gedung Pusat Kesenian dan Budaya (GPKB) dan penataan kawasan gerbang polisentrik Kantor Bupati Jembrana.

“Tidak ada motivasi lain, selain menjaga kualitas dari pembangunan yang dilaksanakan. Sudah menjadi tugas kami untuk mengawasinya, apalagi sumber dananya berasal dari APBD Jembrana. Apapun bentuk kegiatannya, apabila menggunakan uang rakyat, kita wajib menjaganya agar benar-benar menghasilkan bangunan yang berkualitas untuk kepentingan rakyat,” kata Sekretaris Komisi C DPRD Jembrana, Iskandar Alfan.

Tak ada sedikit pun masalah bagi politisi dari Fraksi Nasional, Demokrat, Bangsa, tersebut jika harus melakukan sidak tanpa mobil dinas. Karena kebetulan juga, lokasi proyek tersebut tidak terlalu jauh dari gedung dewan.

“Apalagi ini jaraknya sangat dekat. Bahkan, sering juga saya menggunakan mobil pribadi untuk melakukan sidak. Ini tak menjadi masalah agar segala pembangunan fisik yang ada di Jembrana berkualitas baik. Ini adalah bentuk pengabdian saya sebagai wakil masyarakat,” demikian Iskandar Alfan.

Apresiasi positif
Tidak adanya mobil dinas yang disewa sekretariat DPRD Jembrana rupanya cukup mengundang apresiasi positif dari masyarakat. Mereka menilai, terlepas dari ada atau tidaknya mobil dinas, apa yang dilakukan Komisi C DPRD Jembrana merupakan sebuah bentuk pengabdian atas keberadaan mereka sebagai wakil rakyat.

Salah seorang masyarakat, Agung Putra Khan, mengungkapkan sidak demi sidak yang dilakukan mencerminkan berjalannya fungsi dewan. Namun tentu saja hal tersebut tidak hanya berhenti sebatas melakukan sidak saja, tetapi juga kemampuan mereka untuk menjaga dan meluruskan setiap bentuk penyimpangan yang terjadi dalam pengerjaannya.

“Sidak itu sangat bagus sehingga dewan yang memiliki fungsi kontrol atas setiap kebijakan eksekutif dapat mengetahui secara detail mengenai prosesnya,” ungkapnya.

Terkait tidak adanya mobil dinas saat Komisi C DPRD Jembrana melakukan sidak di Gedung Pusat Kesenian dan Budaya (GPKB) dan penataan kawasan gerbang polisentrik Kantor Bupati Jembrana, ia menilai hal itu sesuatu yang wajar dan harus dibudayakan. Artinya, jika jarak lokasi proyek yang akan disidak tersebut tidak terlalu jauh dengan gedung dewan, ia berharap sebisa mungkin dewan tidak menggunakan mobil dinas.

“Inilah salah satu bentuk efisiensi. Karena telah sepakat untuk melakukan efisiensi, alangkah baiknya jika mereka berjalan kaki jika wilayah sidaknya sangat dekat. Setidaknya, mereka bisa memberi contoh yang baik bagi masyarakat,” ungkap pria yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang ojek tersebut.

Di sisi lain, Putra Khan juga memandang perlu ditingkatkannya koordinasi antara legeslatif dan eksekutif. Karena sejatinya kepentingan mereka sama, yakni memberikan fasilitas dan kenyamanan bagi masyarakat, ia berharap di hari-hari mendatang, tercipta komunikasi aktif antara pemkab dan dewan.

“Janganlah menggunakan mobil dinas untuk kepentingan pribadi. Yang namanya mobil dinas tentu harus tetap stand by di kantor karena akan digunakan sewaktu-waktu,” demikian apresiasi Putra Khan.
Selengkapnya...

Dana PEMP Milyaran Rupiah, Nelayan Tetap Miskin

Kabid Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian, Kelautan dan Kehutanan Jembrana, Oka Keniang, mengungkapkan dalam kurun waktu antara tahun 2002 hingga 2006, pemerintah mengucurkan dana Rp 2,5 milyar untuk program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Jembrana. Dana ini diberikan kepada koperasi, dengan tugas melanjutkannya kepada nelayan. Menurut Oka, koperasi yang mendapatkan dana itu adalah Koperasi Baruna dan Jimbarwana Mandiri. Koperasi Baruna menerima kucuran dana PEMP sejak tahun 2002 hingga 2004. Sementara di tahun 2005 hingga 2006, Koperasi Jimbarwana Mandiri-lah yang memperoleh dana tersebut. Sayangnya, Keniang tidak bisa menjelaskan apakah dana yang sangat besar itu sudah mampu meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir seperti tujuannya.

Ia hanya mengungkapkan, dana Rp 2,5 milyar ini kini berkembang menjadi Rp 4 milyar. “Dari jumlah itu dana yang masih tertanam di masyarakat sebesar Rp 600 juta,” ujarnya. Sementara jumlah tabungan yang berhasil dihimpun mencapai Rp 600 juta. Oka merasa masyarakat pesisir sangat terbantu dengan adanya program tersebut. Sayangnya, apa yang dikatakan Oka ini agak berbeda dengan hasil penelusuran media ini. Di kalangan nelayan, banyak kasak-kusuk kurang sedap terkait distribusi dana itu. Menurut salah seorang nelayan, bagi yang ingin meminjam dana itu harus menyertakan jaminan. “Kalau tidak bisa bayar, jaminan itu benar-benar akan disita. Katanya dana untuk masyarakat pesisir, kok ujung-ujungnya malah menyusahkan kami?” tanya nelayan ini. Dengan pola seperti itu, ia menilai wajar jika dana PEMP berkembang hingga Rp 4 milyar. “Kalau saya sih, program itu bisa dianggap berhasil jika nelayan bertambah sejahtera. Bukannya karena dananya berkembang jadi lebih banyak,” tambahnya.

Dikonfirmasi masalah ini, Kepala Dinas Pertanian, Kelautan Dan Kehutanan, IGN Sandjaja mengatakan, pihaknya tidak pernah memerintahkan koperasi pengelola PEMP untuk minta jaminan. Ia menilai, adanya jaminan itu muncul dari intern pengurus dan anggota koperasi. “Mungkin karena khawatir ada yang nakal dan tidak mengembalikan dana, dibuatkan kesepakatan adanya jaminan,” katanya. Mengenai penyitaan terhadap jaminan bagi warga pesisir yang tidak mampu membayar cicilan, Sandjaja menegaskan pihaknya belum pernah menerima laporan ataupun informasi hal tersebut. “Kalau soal itu, silahkan saja langsung tanya kepada koperasi yang mengelola PEMP,” ujarnya. Saat Indep-News hendak mengkonfirmasi I Ketut Nirartha alias Munir selaku pengurus Koperasi Baruna pekan lalu, yang bersangkutan sedang ke Denpasar.
Selengkapnya...