INGIN PASANG IKLAN ATAU ADVETORIAL DI SINI? HUBUNGI AYU DEVIE (+6281 916 405 532) ATAU WAYAN SUNANTARA (+6281 558 184 955)

Mempertimbangkan Galian C; Lebih Banyak Dampak Buruknya daripada Baiknya

Menengok rumah Putu Astawa, warga Dusun Pangkung Manggis, Kelurahan Baler Bale Agung, Kecamatan Negara, hanya ada rasa ngeri. Rumah dua bagian dengan dinding batako dan gedeg itu nyempil di atas jurang vertikal di lokasi penambangan Galian C dusun tersebut. Jurang dengan dinding vertikal itu sendiri merupakan imbas dari kegiatan penambangan ini. Tak heran Asisten Ketataprajaan Setda Jembrana, AA. Putrayasa pun terhenyak melihat rumah Astawa saat mendatangi lokasi tersebut bersama tim yustisi pekan lalu. “Kok berani, ya, warga itu tinggal di rumah yang sisi-sisinya berupa jurang?” gumamnya heran sekaligus prihatin. Posisi rumah Astawa itu kian menguatkan keputusan tim yustisi untuk menutup Galian C milik Wayan Lahena ini. Alasan penutupan itu tentu saja tidak semata-mata karena membahayakan rumah salah satu warga. Tidak adanya ijin yang dikantongi Lahena serta dampak lingkungan, menjadi pertimbangan utama penutupan tersebut. Tapi penutupan tidak berjalan mulus. Lahena yang datang beberapa saat setelah tim yustisi, mencoba melakukan perlawanan. Akibatnya beberapa kali ia terlihat bersitegang dengan Putrayasa.

Galian C di Dusun Pangkung Manggis ini memang kerap menjadi sorotan. Penggalian untuk mendapatkan pasir yang dilakukan berdekatan dengan pemukiman warga, meninggalkan jurang sangat dalam dengan posisi vertikal. Wayan Lahena dengan bendera CV. Aditya Pradnya mulai mengeruk pasir di lokasi itu sejak tahun 1997. Dengan menyewa lahan milik warga, ia berhasil menguasai 8 hektare tanah untuk digali dengan kedalaman lebih dari 10 meter. Bisa jadi, penggalian ini memang mendatangkan keuntungan cukup banyak buat dirinya. Itu terbukti, meski ijin Galian C miliknya sudah habis masa berlakunya sejak tahun 2005, Lahena masih terus menggali. Bahkan, warga setempat harus merelakan salah satu ruas jalan aspal yang melewati Galian C itu diputus oleh Lahena. Warga yang ditemui Indep-News saat operasi tim yustisi mengatakan, mereka terpaksa membiarkan Lahena memutus jalan itu karena sangat berbahaya jika dilalui warga. “Sebelum diputus, kedua sisi jalan ini berupa jurang akibat dari penggalian yang dilakukan Pak Lahena. Daripada berbahaya bagi orang yang lewat, kami akhirnya minta Pak Lahena memangkas jalan ini agar sama rendah dengan galiannya,” kata warga tersebut.

AA. Putrayasa maupun Kepala Kantor Kesbanglinmas dan Satpol PP yang mendengar hal itu tersenyum kecut. Setengah menyindir, mereka menilai Lahena sangat cerdik untuk membuat warga tidak berdaya. “Kiri dan kanan jalan itu ia keruk secara vertikal sehingga warga merasa takut untuk lewat. Mau gak mau, warga pasti merelakan jalan itu dikeruk agar rata dengan jurang. Memang licin orang ini,” kata Putrayasa kesal. Pemutusan ruas jalan karena permintaan warga memang menjadi senjata Lahena untuk menangkis operasi dari tim yustisi. Kepada tim yustisi, ia membeberkan dokumen kesepakatannya dengan warga terkait jalan tersebut. Hebatnya lagi, pengusaha ini menyatakan penambangan pasir sudah tidak ia lakukan di lokasi itu. Menurutnya, alat-alat berat miliknya masih bekerja karena untuk memenuhi permintaan warga guna menyambung dan merendahkan jalan tersebut. Tapi lucunya, saat rombongan tim yustisi bersama awak media bergerak ke arah jalan itu, di dasar pinggir jurang yang dulunya jalan ditemukan tumpukan pasir. Pada dinding jurang sebelah bawah juga terlihat gumpalan pasir yang belum dikeruk. Bukti lebih mudah lagi yang memperlihatkan penambangan masih terjadi adalah truk-truk yang terus mengangkut pasir.

Hari saat tim yustisi datang ke Galian C miliknya, boleh jadi merupakan hari yang paling apes bagi Lahena. Berbagai dalih termasuk surat kesepakatan dengan warga tidak menyurutkan niat tim untuk menutup penambangan tersebut. “Sudah tidak perlu ada dialog lagi. Pembinaan dan peringatan sudah berkali-kali kita lakukan, tapi dia (Lahena-red) tetap membandel. Hari ini penambangan pasir di lokasi ini harus dihentikan!” tegas Putrayasa.

Dalam operasi tersebut, Putrayasa memang terlihat paling galak. Pejabat ini terlihat tegas dan tidak mau memberikan kompromi lagi kepada Lahena. Perang mulut antara mereka berdua sempat beberapa kali terjadi. “Saya siap angkat kaki dari sini! Tapi jelaskan kepada warga bahwa pemerintah yang menutup Galian C ini!” teriak Lahena. Bahkan ia menambahkan, dirinya masih punya banyak usaha sehingga tidak terlalu khawatir dengan penutupan tersebut. Sikap keras Lahena ini memancing sikap serupa dari Putrayasa. Ia sempat memburu Lahena dan menunjuk rumah Astawa. “Anda lihat tidak rumah itu? Tinggal menunggu waktu saja sebelum jatuh korban akibat adanya jurang sebagai imbas dari galian anda!” kata Putrayasa keras. Tantangan Lahena agar pemerintah memberitahu warga juga ditanggapi enteng oleh Putrayasa. Menurutnya, warga memberikan ijin untuk memutus jalan karena mereka tidak tahu kalau penambangan pasir itu ilegal. “Kita akan sampaikan kepada masyarakat. Jangan anda coba membenturkan pemerintah dengan masyarakat. Mereka pasti akan mendengarkan kita,” tambah Putrayasa.

Meski penambangan dihentikan, Putrayasa mengingatkan Lahena untuk tetap melakukan reklamasi karena itu merupakan kewajiban dari pengusaha. Pihaknya menilai, meski usahanya ditutup bukan berarti pengusaha bersangkutan boleh lari dari tanggungjawab. “Jadi kewajibannya untuk mereklamasi sehingga areal penambangan ini aman bagi warga harus tetap dilakukan,” ujar Putrayasa. Bahkan ia mengancam, jika Lahena tidak melakukan reklamasi, pemkab akan menempuh jalur hukum. “Anda tidak boleh lari dari kewajiban. Kalau sampai lari persoalannya jadi lain,” jelas Putrayasa kepada Lahena. Menanggapi ancaman ini, Lahena lagi-lagi tidak mau kalah. Ia mengatakan, dirinya sudah memberikan uang jaminan kepada pemerintah untuk usahanya ini. “Pakai saja uang jaminan itu untuk melanjutkan pembuatan jalan,” kelitnya. Tapi adanya uang jaminan itu tidak membuat Putrayasa berhenti minta tanggung jawab Lahena. “Berapa sih besarnya uang jaminan itu? Mana cukup untuk menyambung kembali jalan yang sudah ia rusak,” kata Putrayasa. Ditemui di sela-sela penertiban, dengan tegas Lahena menyatakan pihaknya keberatan dengan penutupan ini. Menurutnya, untuk menyambung kembali jalan desa yang putus, dirinya mesti membiayai alat-alat berat. “Darimana saya dapat uang untuk biaya itu kalau tidak boleh beroperasi?” tanyanya.

Sementara di sisi lain, penertiban yang sempat diwarnai ketegangan ini tidak menimbulkan reaksi apapun dari kalangan warga. Hal ini kian memperkuat keyakinan tim yustisi jika warga pun merasa gelisah dengan adanya penambangan tersebut. “Kalau warga memang merasa dapat keuntungan dari penambangan ini, pasti mereka ikut memprotes kami. Kami berharap warga yang katanya ikut bekerja di sini sadar kalau pemkab tidak ingin masyarakatnya bekerja di usaha ilegal,” ujar Putrayasa.

Ketidaktahuan masyarakat kalau Galian C itu tidak memiliki ijin dibenarkan Kepala Lingkungan Pangkung Manggis, I Putu Suadnya. Ia mengungkapkan, permintaan agar Lahena menurunkan jalan sudah dilakukan warga sejak tahun 2005. “Tapi baru pada tahun 2007, penurunan jalan itu dilakukan,” keluhnya. Terkait dengan pemutusan jalan yang kata Lahena merupakan permintaan warga, Suadnya menjelaskan, sebenarnya hal itu memang menjadi tanggung jawab pemilik penambangan. “Kalau sisi kiri maupun kanan ia keruk, tidak ada warga yang mau lewat karena takut. Jadi sudah merupakan tugasnya agar jalan itu berfungsi kembali,” katanya. Keberatan atas keberadaan penambangan pasir ini juga dilontarkan I Gusti Putu Tulis, warga setempat.

Untuk mengawasi penghentian aktivitas penambangan ini, Putrayasa memerintahkan Lurah Baler Bale Agung, Putu Eka Suarnama, beserta anak buahnya untuk mengawasinya. Putrayasa mengakui, dari beberapa usaha Galian C yang ada di Jembrana, usaha milik Lahena ini paling susah untuk ditertibkan. “Yang lain dapat pembinaan atau peringatan sekali saja langsung nurut. Tapi yang ini, sudah berkali-kali dapat binaan dan peringatan masih terus beroperasi. Ia juga sering tidak datang saat kami undang ke pemkab,” kata Putrayasa. Dari kacamatanya, kalau masuk ke dalam ranah hukum, banyak pelanggaran yang dilakukan Lahena. Pelanggaran itu antara lain beroperasi tanpa memiliki ijin dan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan. Sementara setelah sempat bersikukuh, Lahena mengatakan, dirinya tidak akan melakukan perlawanan. “Untuk apa melawan? Saya akan koordinasi saja dengan masyarakat,” ujarnya.

Terkait dengan perijinan, ia mengaku kesulitan mendapatkan ijin karena tanah warga yang disewanya banyak yang tidak dilengkapi sertifikat maupun SPPT. Di sisi lain, sumber Indep-News di Pemkab Jembrana menduga, instansi berwenang di provinsi tidak memberikan perpanjangan ijin kepada Lahena karena usahanya tidak dilengkapi Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL). “Sebab dalam aturan, usaha penambangan dengan luas di atas 1 hektare harus menyertakan ijin AMDAL saat mengajukan ijin operasi. Setahu saya, usaha Pak Lahena ini belum memiliki AMDAL,” ungkap sumber ini. Lahena sendiri menolak untuk menandatangani berita acara penutupan usaha penambangan pasirnya.
BACA JUGA :


Comments :

0 komentar to “Mempertimbangkan Galian C; Lebih Banyak Dampak Buruknya daripada Baiknya”

Posting Komentar